Riuh diluar sana, hanya aku yang sunyi disini. Atau telingaku saja telah membusuk? Terlempar ke kubangan kotoran mulut-mulut sampah yang sangat penasaran. Aku buang saja, berpura-pura tidak mendengar. Aku mencoba menjadi seorang sosial namun aku terlanjur membuang telingaku. Aku tidak mengerti apa yang mereka katakan, tanyakan. Suatu waktu, aku bertanya apakah itu kepedulian? Ternyata mereka hanya peduli pada suatu bersifat gunjingan. Aku menarik mahkotaku, sinarku, dan keberanianku, aku duduk pada ruang dingin di rumahku. Sendiri bersama ceritaku dan aku selamat dari berisik yang mencekik. "Untuk sementara ini, kita diam disudut ini, ada dinding sebagai teman dan kita akan baik-baik saja." Aku sembunyi dalam senyuman, tertatih menegakkan tubuhku yang keropos digerogoti duka cita. Aku menyapa teman dengan sangat biasa, duduk diantaranya, mulai berkata-kata dan mereka tak percaya. Aku sedang menginjak bara tapi mereka menumpahkan bara, di kepala. Aku diam sungguh tak bany...
Memoar puan menawan sejagad pikiran sudah terbit kembali