Langsung ke konten utama

Catatan17

Sepi. Hal pertama yang menusuk jantung ketika membuka mata. Memeluk diri ini sangat erat. Hari cerah tidak berpengaruh apa-apa pada hati. Teruslah bernafas dan hidup seadanya, hanya itu motivasi yang ada. Mengapa dunia terasa licik padaku? Padahal dia mendengar air mataku.
Seperti ada batu besar pada pundak. Tangan dan kaki dirantai, kuncinya ia lempar pada setumpuk jerami. Saudari nan jauh menghubungi, kukira berniat menyambung tali, namun oh sungguh ternyata kepentingan pribadi adalah satu dan hanya satu yang menjadi tujuan. Mata pada zaman ini, semakin terbuka maka semakin gelap terasa nyata. Masam. Muram. Betapa luar biasanya hidup ini. Tanganku hampir patah, sudah berdarah. Aku menyerah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤