Turut berduka cita untuk masa lalu yang sedang menangis, ingin terus mengikuti jejak kaki katanya. Kenyataannya, aku sudah tidak bersembunyi lagi, sudah tidak bernaung lagi dalam puing masa lalu yang sangat menyusahkan. Sudah lebih pandai bukan? Jatuh bangun aku meninggalkan semuanya, berlari dari masa dimana aku dongkol karena nasib. Masa dimana aku buta tentang penghargaan dan cara menghargai, hormat dan menghormati, cinta kasih dan mengasihi setulus hati. Sekuat hati aku keluar dari masa dimana aku tidak memiliki identitas, kesana kemari bersemayam dalam jati diri orang lain berharap dihargai dengan cara yang sama. Seperti tak waras menginjak bara demi keluar dari api, menangis aku memungut keberanian. Mengorbankan harga diri demi mendapat seorang teman, pada akhirnya aku tidak tahu pernah dianggap teman. Aku sangat berduka untuk itu. Maaf masa laluku, aku tidak bisa membawamu lagi. Maaf kau kehilangan aku dan maaf kau tidak tahu bagaimana aku bangkit seperti sinar bulan pada ...
Memoar puan menawan sejagad pikiran sudah terbit kembali