Langsung ke konten utama

Catatan 22 (For Mom)

  Ada riuh di kepala, katanya aku banyak memberi tuba untukmu dalam puisiku. Bukan, itu ungkapan kesedihan. Melihat kau yang kesana kemari tak beraturan, hatiku tak beraturan jadinya. Semua rasa dalam puisiku adalah aku. Ampun seribu ampun, sujud aku di kakimu, harus.
Pikiranku terlempar kembali pada masa kau menepuk pundak dan berkata "semoga besar sabarmu". Aku, bukanlah wanita yang kau tancapkan pedang. Aku, hanya dipaksa tangguh. Semoga paksaan lambat laun menjelma menjadi keikhlasan.
  Pada hati yang membara, setetes air mata jatuh memadamkannya. Hanya satu, kebaikanmu seperti tertutup gunung dimataku. Akupun berharap memeluk gunung. Padahal kau memegang tanganku, selalu. Peluh, lusuh, tak kau pedulikan. Malu, tak melulu kau hiraukan. Perjuangan yang paling murni adalah kau. Kurangmu banyak, kau menyakiti sangat banyak, namun tak apa. Sungguh sudah tak apa.
Berharap aku memiliki sayap lebih kuat, ku bawa kau terbang ke hatiku. Jangan lihat hitamnya, akankah kau mengerti seberapa dalam aku mengasihi? Lebih dari itu, pengorbananmu tak ada tandingnya. Singkap awan hitam, tak perlu digenggam.
  Pada asa yang meninggi, kau ada didalamnya. Puisiku yang haru mengenang dirimu selamanya. Redup lentera dihatimu, sembunyi kau dalam senyuman. Yang Maha kuasa mengerti kesulitanmu. Betapalah hati ini rusak melihat kau merangkak, semoga tanganku membantumu berpijak, lebih bijak. Kau dan aku. Ibu, kehidupan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍