Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

9.27

  Kembali lagi pada frasa dari hatiku, aku menyulam kata menjadi sebuah jalan. Tak kutemui caranya menyampaikan. Aku diam, duduk pada awan. Mengeja satu persatu apa yang ingin kutuang. Racun tertuang. Hatiku padam. Dilusi membunuhku dengan hati-hati dan pelan-pelan. Semacam berada dalam ruang tunggu, aku tidak bisa pergi. Hatiku tidak menang melawan insekuritas. Aku duduk pada awan, melihatmu berlalu lalang. Melihatnya, menarik kakiku. Melihat mereka, sedikit melirikku. Dari tempat aku duduk, aku cemburu pada duniamu. Pantas jika aku pijakkan kaki disana? Aku terlalu rendah diri untuk menyamakan kepalaku denganmu. Sulitnya melawan iblis dalam hati, andai kau lihat. Telingaku jatuh, mulutku busuk, apa lagi? Pergilah, tak kan kau temukan bahagia bersama aku yang melayang-layang, tidak pasti, tidak tetap. Kau lebih dari bunga dalam ceritaku, aku mencintaimu. 

Catatan 24 (Dear broken heart)

  Memindai benang yang tak terlihat, sia-sia tangan tertusuk. Kemarin, hari ini, dan seterusnya kau sengaja mengecat mawar menjadi hitam. Walaupun hujan melunturkan hitam, tetap gelap tak kau singkap. Semua itu mudah ketika hatimu rela. Tidak akan kau tertawa bersama duka, tidak akan aku melihat tinta hitam di wajahmu. Tentang hati yang patah, bukan milikmu saja yang patah, rusak, hancur tak bersisa. Semua hati kehilangan bentuknya. Dengan hatimu yang belum bisa memutuskan tali masa lalu, kau akan tercabik-cabik. Itu menggonggong kedamaianmu. Aku mohon, lepaskan! Kekangnya masih pada hatimu. Biarkan masa lalu pergi bersama air mata yang sudah mengering. Buang saja kain itu, benangnya sangat kusut, tak beraturan. Mengapa kau memelihara anjing di hatimu?   Aku tidak pergi meninggalkan kain di dapurmu. Aku hanya singgah sebentar disini, menjauh dari tusuk-tusuk jarum. Aku tidak bermaksud menyembuhkan luka di badanku, aku hanya tak sanggup mengucapkan luka di depan wajahmu. Aku s...