Langsung ke konten utama

Catatan 29

   Akhir-akhir ini, malam hari sulit sekali terlelap. Semalam, aku bersama perempuan tanpa nama berjalan melewati keindahan ciptaan Tuhan. Kami melewati hijau pegunungan dengan batu-batu besar entah apa namanya, berada dibagian bawahnya. Langit cerah sangat indah, kami mendecak kagum atas apa yang terlihat. Aku bilang, “aku harus kembali ke rumah untuk mengambil sesuatu”. Dia melihatku, seperti berkata “kenapa harus?”. Aku bergegas pergi ke lantai atas rumah yang penuh cahaya mengambil sesuatu yang aku sendiri tidak mengerti itu apa. Niat ingin segera bergegas tapi saat kubuka pintu keluar, hendak menuruni tangga, semuanya gelap! Semua terlihat tua, usang, lapuk. Tangga yang tadi penuh cahaya berubah biru kehitam-hitaman. Aku lihat dari atas ruangan dibawah juga sangat gelap. Aku sangat takut menuruni tangga lapuk yang terasa sangat tinggi, aku tidak akan bisa. Aku berbalik arah menuju tangga yang satunya, dengan keyakinan bahwa aku harus keluar dengan selamat dan segera berlari kembali ke keindahan tadi. Aku turun dengan sangat hati-hati, masih merasa takut, namun tetap yakin. Ya, aku berhasil turun lalu berlari menuju sebuah padang rumput yang mulai menguning. Ada pohon yang sangat besar ditengah tepian salah satu sisi padang rumputnya. Aku berlari melewati itu sambil melihat langit yang sangat indah. Aku bertemu seorang perempuan dan seorang lelaki juga seekor harimau di belakangnya. Aku bilang, “ayo kita pergi”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍