Langsung ke konten utama

Catatan 34 Akhir derap gelap



Pada halaman ke-34 catatan ini ditulis, kusadari bahwa catatan-catatan ini terlalu gelap untuk kubaca ulang. Semua isi hati tergelap, semua tabir hitam, derita, dan duka lara. Tidak sering kukatakan bahwa nafas yang tersisa saat ini adalah anugrah dan nikmat yang sangat aku syukuri. Aku mungkin jalang. Aku mungkin adalah luka. Aku lah luka yang terus menganga itu. Sampai disini, cukup, akan kusudahi. Hati dan jiwaku tetap pada pendirianku, bahwa aku tidak diijinkan putus asa walau putih tinggal setitik. Aku tetap tumbuh. Allah, Tuhan yang menguasai seluruh langit, bumi, beserta seluruh isinya. Kukembalikan segala puing yang berserakan di dadaku, kutitipkan segala soal dan perkara kehidupanku, aku berserah. Semoga Allah memberkahi aku dengan cahaya rahmat, hidayah, dan taufiq. Aku memohon perlindungan dari segala perkara yang akan membawaku kembali memunguti puing-puing kesengsaraan. Aku memohon ampunan. Sungguh aku telah sampai pada keinginan untuk meninggalkan semua sampah dan mulut-mulut besar itu. Bismillah. Mengenai semua cinta, biarkan semua itu pergi, biarkan kulepas jika itu perkara yang menjauhkan aku dengan Yang Maha Memiliki Cinta. Aku memohon dan meminta, segala pertolongan dan perlindungan dalam perjalanan ini. Perjalanan membangun suka cita. 

Pernah suatu hari aku memohon kepada Allah untuk meneguhkan imanku, menguatkan aku untuk selalu berserah dan berdo’a hanya kepada-Nya. Belum aku ketahui bahwa “dikuatkan” itu artinya ditempa dengan banyak pelajaran. Belum aku mengerti bahwa “diteguhkan” itu ditempa dengan bayak keraguan, banyak sekali pertanyaan, banyak jalan. Keraguan yang membawaku pada putus asa. Allah tidak pernah men-dzalimi seorang hamba. Betapa aku buta akan batas diriku. Sudah cukup rasanya aku tertatih untuk menuju jalan yang lurus. Sakit dan perih. Semoga ini menuntunku pada cahaya. Catatan yang gelap di 33 halaman terakhir adalah derap langkah batinku yang penuh kecamuk. Teruslah berjalan, teruslah menuju terang, biarkan 33 halaman itu memudar dalam nanar yang akan aku singkap melewati batas tabir. Bismillah..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤