Langsung ke konten utama

Catatan 35 Diselamatkan Cahaya



Seperti apa cinta ini kepada makhluk, sebesar-besarnya cinta itu, bahkan kepada Ibu dan Bapak, tetap tidak akan menghilangkan kehilangan, tidak akan menangguhkan kepedihan karena kehilangan. Semua cinta di dunia akan pergi, tak ada yang abadi. Layaknya langit akan runtuh saat aku dengar kabar duka di hari itu, siapa peduli? Tidak ada, kehidupan tetap berjalan sehidup-hidupnya. 

Tidak ada cinta yang abadi selain kasih sayang Sang Pemilik Cinta. Sedalam-dalamnya aku mencinta, hidup tidak akan memberi kesempatan untuk abadi dalam bahtera. Segala hal di dunia yang penuh duka ini tidak akan abadi dalam bahtera. Apa lagi yang aku kejar? Keabadian bukan ketepatan yang paling hak di dunia ini. Tak ada yang abadi.

Beruntungnya aku, diselamatkan cahaya. Aku sampai disini, pada titik dimana tanganku kutitipkan pada langit, aku ikat pada tiang-Nya. Mari berdoa, semoga Allah tetapkan hatiku untuk selalu ada dalam agama yang lurus. Betapa sedihnya, betapa terlukanya mengumpulkan keberanian. 

Sewajarnya dan secukupnya. Terhadap apapun yang aku temui di dunia ini. Hanya sementara, aku akan pulang menuju keabadian sesungguhnya. Ya Allah Ya Rabb

Aku tidak lebih dari debu yang digoyahkan, terbawa angin kesana kemari, maka keteguhan iman membawa debu ini dalam naungan. Semoga Allah senantiasa menuntun aku dalam kebaikan. Sungguh, ketika bersujud, tidak ada cinta yang aku bawa, kecuali pasrah dan permohonan, meratap dan menyesal. Tidak perlu menghadirkan cinta dengan menjatuhkan harga diri lagi, Allah akan menghadirkannya melalui jalan yang diridhoi-Nya. 

Tidak perlu membesarkan kepala, berharap dunia ada di keningku. Apa yang ingin aku kejar saat ini sudah tidak sama lagi. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤