Langsung ke konten utama

Catatan 42


Tidak ingin berlumur malu dan menahan dina, lagi. Aku hendak membebaskan diri dari belenggu, kemudian taat. Gelombang dan ombak akan melebur di lautan. Harapan dan ratapan melebur menuju pengabulan.


Bukan berapa kali aku melewatkan, tapi seberapa kuat aku mampu mengenggam hak Allah. Pergilah, bersamanya, bersamanya, bersamanya. Seolah aku tidak pernah ada, jangan tengok arah dimana aku berada. Akan aku selamatkan apa yang masih bisa selamat, dan aku memilih menyelamatkan iman yang hampir sekarat. 

Kelak ketika Allah datangkan ridho-Nya bagi pertemuan antara bunga dan duri-nya, semoga pada keadaan, waktu, dan tempat yang paling indah. Selamat tinggal, sudah saatnya aku pergi untuk-Nya.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤