Langsung ke konten utama

Catatan 45

 Hai, tulang yang diliputi beban. Aku ingin memuji-muji diri untuk sekali ini saja. Tentang pengharapan yang kau terbangkan menuju yang Maha Bijaksana, yang bukan lagi tentang dunia, aku begitu terkejut sekaligus terharu. Dalam memainkan peran ganda, memang butuh energi yang ekstra. Aku si anak tengah yang dengan sedikit angkuh menopang saudara-saudaranya. Pagi ke malam hari, malam ke pagi hari. Lelahnya seakan ubun-ubun hendak meleleh. Mengorbankan waktu tidur yang luar biasa mahal. Sebenarnya apalah yang kucari?

Dengar, relung hatiku berbicara, "pada setiap detik dimana aku berbuat dosa, setiap detik dimana aku menyiakan hidup, menyiakan waktu, setiap detik dimana aku menghilangkan nilai dan merusak diriku sendiri, setiap detik itu semoga lunas aku bayar dengan jalan yang saat ini aku perjuangkan. Jalan yang panjang. Semoga apa yang aku lakukan saat ini berbuah pengampunan dan pahala di sisi Allah. Semoga apa yang aku tanggung pada pundakku saat ini menjadi jalan bagiku untuk menuju ridha-Nya, untuk bertemu dengan-Nya, untuk bisa merasakan pelukan-Nya. Semoga perjalanan ini  berakhir manis, dengan akhir yang baik, khusnul khatimah. YaAllah YaHayyu YaQayyum, untuk segala hal yang saat ini terjadi, dengan segala lelahnya, aku percaya bahwa nikmat yang Kau beri lebih dari tidak bisa diukur dan ditakar."

Menjadi manusia yang gigih dan gagah dalam satu waktu memang melelahkan. Semakin lelah ketika mengejar kebaikan ada dalam daftar tujuan ia yang ingin menjadi manusia. Mari pahami esensi berkehidupan sesuai syariat Islam agar si gigih dan si gagah tetap tenang dalam langkah, bercahaya dalam raut, manis dalam tutur, indah dalam sikap, berjalan pada koridor yang sudah ditentukan, tanpa protes, tanpa kontra. 

YaRabb, tiba saat aku meminta untuk dipertemukan dengannya yang sama gigihnya dan sama gagahnya mengarungi lautan fana ini. Ia yang memuliakan-Mu dan berjalan diatas syariat-Mu. Ia yang tidak pernah berani kusebut namanya dalam doa. Sungguh aku berdebar ketika kukatakan semua ini pada Engkau wahai pemilik hati.

Manusia mengarungi lautan dengan bermacam-macam gaya. Aku sudah melihat salah satunya, salah duanya, salah tiganya. Sebenarnya semesta memahami, mana yang tangguh dan mana yang rapuh. Kami yang tangguh, beradu dengan diri sendiri melahirkan kebaikan. Kami yang rapuh beradu dengan sendiri melahirkan keputusasaan. Akulah si beruntung yang dikirimkan cahaya kekuatan sehingga aku gagah melawan lara sengsara, aku gigih dalam bertahan hidup, aku tangguh pada apa-apa yang ada pada keduniaan. 

Sebuah hiburan memuji diri sendiri, menyematkan gelar "si paling kuat" sebagai lelucon sekaligus ironi yang jelas terpampang. Berbahagialah selalu kita orang-orang yang di anugrahi nikmat luar biasa untuk berpikir dan bersyukur, bahkan di titik yang paling nadir. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍