Hai, tulang yang diliputi beban. Aku ingin memuji-muji diri untuk sekali ini saja. Tentang pengharapan yang kau terbangkan menuju yang Maha Bijaksana, yang bukan lagi tentang dunia, aku begitu terkejut sekaligus terharu. Dalam memainkan peran ganda, memang butuh energi yang ekstra. Aku si anak tengah yang dengan sedikit angkuh menopang saudara-saudaranya. Pagi ke malam hari, malam ke pagi hari. Lelahnya seakan ubun-ubun hendak meleleh. Mengorbankan waktu tidur yang luar biasa mahal. Sebenarnya apalah yang kucari?
Dengar, relung hatiku berbicara, "pada setiap detik dimana aku berbuat dosa, setiap detik dimana aku menyiakan hidup, menyiakan waktu, setiap detik dimana aku menghilangkan nilai dan merusak diriku sendiri, setiap detik itu semoga lunas aku bayar dengan jalan yang saat ini aku perjuangkan. Jalan yang panjang. Semoga apa yang aku lakukan saat ini berbuah pengampunan dan pahala di sisi Allah. Semoga apa yang aku tanggung pada pundakku saat ini menjadi jalan bagiku untuk menuju ridha-Nya, untuk bertemu dengan-Nya, untuk bisa merasakan pelukan-Nya. Semoga perjalanan ini berakhir manis, dengan akhir yang baik, khusnul khatimah. YaAllah YaHayyu YaQayyum, untuk segala hal yang saat ini terjadi, dengan segala lelahnya, aku percaya bahwa nikmat yang Kau beri lebih dari tidak bisa diukur dan ditakar."
Menjadi manusia yang gigih dan gagah dalam satu waktu memang melelahkan. Semakin lelah ketika mengejar kebaikan ada dalam daftar tujuan ia yang ingin menjadi manusia. Mari pahami esensi berkehidupan sesuai syariat Islam agar si gigih dan si gagah tetap tenang dalam langkah, bercahaya dalam raut, manis dalam tutur, indah dalam sikap, berjalan pada koridor yang sudah ditentukan, tanpa protes, tanpa kontra.
YaRabb, tiba saat aku meminta untuk dipertemukan dengannya yang sama gigihnya dan sama gagahnya mengarungi lautan fana ini. Ia yang memuliakan-Mu dan berjalan diatas syariat-Mu. Ia yang tidak pernah berani kusebut namanya dalam doa. Sungguh aku berdebar ketika kukatakan semua ini pada Engkau wahai pemilik hati.
Manusia mengarungi lautan dengan bermacam-macam gaya. Aku sudah melihat salah satunya, salah duanya, salah tiganya. Sebenarnya semesta memahami, mana yang tangguh dan mana yang rapuh. Kami yang tangguh, beradu dengan diri sendiri melahirkan kebaikan. Kami yang rapuh beradu dengan sendiri melahirkan keputusasaan. Akulah si beruntung yang dikirimkan cahaya kekuatan sehingga aku gagah melawan lara sengsara, aku gigih dalam bertahan hidup, aku tangguh pada apa-apa yang ada pada keduniaan.
Sebuah hiburan memuji diri sendiri, menyematkan gelar "si paling kuat" sebagai lelucon sekaligus ironi yang jelas terpampang. Berbahagialah selalu kita orang-orang yang di anugrahi nikmat luar biasa untuk berpikir dan bersyukur, bahkan di titik yang paling nadir.
Komentar