Untuk yang sedang kebingungan mengenai rasa dan pengungkapan, bunyinya seperti ini:
" Ya Ilahi, berilah perlindungan kepada hamba-Mu. Perasaan apakah ini, Ya Tuhanku, tunjukan Ya Tuhan, dan nyatalah sudah kelemahan diriku. Apalah pertolongan yang akan dapat kuberikan ... Aku hanya Tuhan takdirkan menjadi perempuan jenis yang lemah. Tidak ada kepandaianku hanyalah menangis! ...
Jika cinta itu satu dosa, ampunilah dan maafkanlah. Hamba akan turut peritah-Mu, hamba tak akan melanggar larangan, tak akan menghentikan suruhan. Akan hamba simpan, biarlah orang lain tak tahu, tetapi izinkan hamba Ya Tuhan."
Betapa hati ini jika dihadapkan pada cinta begitu terburu-buru melawan dan menolak. Selalu iman menjadi pembatas. Namun sebagai anugrah yang mulia, cinta memiliki kepantasan untuk dirasa, cinta harus ada dalam nadi kehidupan. Jika iman sebagai tameng, mari perhatikan ekspresi cinta-nya, bukan rasa cinta. Dalam syair yang ditulis Hamka, ada pengungkapan rasa dan kepasrahan dari seorang wanita yang mengadu kepada Rabb-Nya. Ketidakberdayaan ini tidak mungkin dilawan, maka Allah dzat yang maha mengurus mahluk yang dapat mengendalikannya. Itulah mengapa Allah harus selalu dilibatkan dalam segala aspek, termasuk dalam pengungkapan cinta. Komitmen seorang hamba kepada pencipta-Nya bahwa dalam penghambaan, seluruh urusan diserahkan kepada Sang penunjuk jalan.
Pada akhirnya, izinkan mahluk ini untuk merasakan cinta dalam batas-batas yang telah ditentukan kepada seorang hamba. Jika sebelumnya saat kau ada di hadapan, pandangan ini kutundukan jauh ke dalam angan, namun apalah hatiku membuncah ingin berlarian diantara kedua matamu. Kini daku tak lagi melawan rasa. Pandangan dan hati ini, sedang belajar menunduk dalam satu waktu. Tak ada kemampuanku melakukan ini sendirian, maka laksana air yang mengalir, biarlah semua rasa menuju arah kau berada, tahu atau tidak, dilihat atau tidak, sesungguhnya aku berpegang teguh pada aturan-aturan Tuhan dalam arus cinta ini. Cinta ini anugrah, maka akan aku rasa. Persis seperti perasaan dalam syair yang ditulis Hamka. Aku tidak akan melanggar aturan, aku mengetahui pagar-pagar yang harus tetap terkunci sebelum mengekspresikan cinta. Tiada lain yang ingin kukatakan adalah, apapun yang dirasa hati ini, yang menjadi poros dari segala yang ada pada hidup dan mati adalah Allah, cinta dan keterlibatan Tuhan adalah sesuatu yang pasti, yang berkesinambungan dan eksistensinya kekal. Akan selalu seperti itu.
Kemudian jika kau jeli dalam berpikir, inilah pengungkapan dariku.
Komentar