“Bersyukur kita tidak pernah bertemu lagi. Karena aku akan tenggelam dalam malu jika kau ada di hadapan. Aku datang mengetuk ruang hendak menyampaikan pesan yang sudah lama disimpan. Semoga kau berkenan. Tanpa izin dan sepengetahuanmu, sedikit lancang beberapa syair aku tulis dengan kau sebagai imagery dan tokoh utama, dalam rangka mengabadikan apa yang tidak mungkin tersampaikan. Kini sampailah padamu, pemiliknya.
Kalaulah ingat percakapan terakhir kita mengenai siapa yang mengagumi. Andai pengertianmu sampai pada lubuk, bahwa aku tidak sedang membicarakan orang lain, saat itu andai pengetahuanmu sampai pada jawabnya, bahwa akulah orang itu. Aku menghendaki kebaikan yang ada padamu. Mata orang yang yang jatuh hati seolah tak melihat cela, karena itulah aku perlu meluruskan pikiranku terlebih dulu. Aku harus menyadarkan diri terlebih dulu. Namun tetap di bagian akhir, yang paling utama adalah aku mengerti siapa diri ini. Apalah diri ini. Aku mengadu pundakku dengan peliknya keduniaan. Tiadalah yang bisa kuucap selain berserah.
Janganlah salah memahami diri ini. Ketahuilah, apabila cinta memanggil dan sayapnya merangkul, sungguh aku sudah pasrah. Cinta tidak memberikan apa-apa kecuali keseluruhan dirinya, utuh penuh. Pun dia tidak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya sendiri. Pesanmu akan selalu tumbuh. Terima kasih telah memandangku dengan birunya diriku. Terima kasih sudah tidak menertawakan aku dan pilihan hidupku.
Ketika pesan sudah tersampaikan, redalah hati. Jika bahasa ini terlalu rumit, sesungguhnya kau mengetahui diriku. Tidak perlu membalas kegilaan ini walau hanya satu kalimat, sungguh aku tidak berniat menjerumuskan. Betapa bahaya dan tidak bermanfaat perkara ini bila mengesampingkan kecintaan pada Dzat yang hati itu diciptakan untuk mencintai-Nya dan fitrah makhluk itu diciptakan untuk menyembah-Nya. Ada sesuatu yang terdengar bak bualan namun sedikit menghibur. Aku sangat mencintai ayahku, semoga Allah mengampuni segala dosa beliau, namun kejujuran tetaplah kejujuran, kau adalah lelaki terbaik yang pernah aku temui. Fii amanillah..
Terdapat pagar yang berlapis-lapis dalam ekspresi cinta, dan aku sudah menerobos lapisan terluarnya. Maka dari itu, marilah membangun benteng yang lebih tinggi antara kau dan aku. Untukmu dengan segala yang kau jaga, pun untukku yang kalah bertaruh untuk tetap diam, aku yang masih memungut sisa-sisa harga dari iffah izzah-ku.
Maafkan aku."
Komentar