Langsung ke konten utama

Catatan 59 Jarak dan Rindu



 Selalu ada jarak antara ia yang merindu dengan ia yang dirindukan. Mengapa? pertanyaan yang paling mendasar dengan jawaban tersulit. Bisakah kita memutar pertanyaan menjadi sebuah hikmah? bisakah rasa keingintahuan diubah menjadi suatu keyakinan? konsep jarak yang tercipta sesungguhnya sejalan dengan konsep kehidupan. Bagaimana? bagaimana jarak yang jauh menumbuhkan keyakinan dalam hati seseorang, bagaimana ketidaktauan menciptakan suatu kepercayaan untuk beprasangka baik, layaknya lautan kehidupan yang sedang diarungi. Memang sudah seharusnya takdir dan apapun yang akan menghampiri dibuat rahasia, bahkan jarak antara kita sekarang ini dengan masa yang akan datang sama sekali tidak diketahui, lagi-lagi tentang jarak. Apakah 1 jam kedepan masih tersisa kehidupan? pikirkan. 

 Antara yang merindu dan yang dirindukan. Lebih daripada sekedar konektivitas hati, namun keyakinan dan kepercayaan yang menjadi pondasi kuat kehidupan. Kehidupan yang damai dan penuh penyerahan adalah kehidupan yang senantiasa dipenuhi oleh prasangka baik, perbuatan baik, serta doa dan harapan yang membumbung tak tertahankan. Mungkin seperti itulah mengapa Allah yang sangat pengasih menciptakan jarak. Pada jarak terdapat titipan, pada jarak terdapat tekad, yang mana ketika hati kuat mendekapnya, insyaallah kebaikan-kebaikan itu akan datang. Memahami setiap situasi yang datang adalah buah dari kerendahan hati, cobalah posisikan diri dan hati pada posisi terendah seorang hamba, yang tak memiliki daya dan upaya kecuali atas ridha Allah. Berdasarkan pengalaman pribadi, hati dan pikiran akan belajar memahami dan merekonstruksi ulang apa yang sebaiknya ditanam dalam jiwa. Sungguh pada jiwa terdapat bunga yang dapat mekar dengan sempurna ketika hati dan diri mampu menyadari dan tunduk pada nilai-nilai keTuhanan. 

 Mendambakan pertemuan dengan Yang Maha Pengasih seperti aku mendambakan calon pengantin. Saat ini jarak yang tercipta mungkin adalah ruang bagiku untuk belajar, bermunajat, dan semakin merendahkan diri dihadapan Allah. Dalam perjalanannya, aku tidak mengetahui mana yang menemuiku lebih dulu, kau atau kematian. Kemudian aku bersiap untuk keduanya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤