Bolehkah aku simpan mata air dari tangisanmu di kemaraunya hati? Aku kering dan tak tahu bagaimana menegakkan punggung. Pada awal perjalanan, ketika semua perubahan di lakukan besar-besaran, ketika hidup rasanya bermula kembali dari awal, tak henti menyerukan rindu pada Dia, pemilik semesta. Percayalah, yang tersulit adalah bagian setelahnya. Setelah itu, sebagai bentuk cinta yang tak henti mengeluh di muka bumi, aku begitu letih membedakan mana yang baik, mana yang menuai layu dan pantas dihempas, aku kesana kemari dicekam cerita. Aku adalah bentuk cinta Tuhan kepada diriku, namun lalai menyadarinya, tidak mengerti bagaimana istiqamah pada jalan yang penuh cahaya.
Aku ingin berteduh dari khalwat, ghadul bhasar, terlebih ikhtilat. Ya Illahi Rabbi, bolehkah aku menetap dibalik pejaman mata kedamaian dalam semilir wangi ketaatan juga dzikir terhadap Engkau? DuniaMu pada masa ini adalah memabukan, hampir saja aku tidak bisa membedakan hakikat. Aku bersembunyi dibalik bohongnya kenyataan. Aku perempuan lemah, yang berada jauh dari rumah, jiwaku sekuntum bunga, dihempas dan didera, aku mungkin saja menginginkan sedikit tangan manusia untuk memudahkanku. Namun, selamatkan aku Ya Rabbi, hanya kepada Engkau aku berharap. Sebagai cinta, aku memahami akhir cerita ini Wahai pemilik semesta, jangan kau buat apa yang hina seolah indah pada pandangan. Sadarkan aku akan hakikat. Sadarkan aku akan sesungguhnya cinta dan bentuk cinta.
Kepada engkau dan aku, sudah saatnya, sudah saatnya, mari perbaiki satu persatu. Kita harus membawa pulang cinta dengan cinta. Sadarlah diri, kemana akan pulang, untuk apa kita menetap, mari bereskan semua ini satu persatu. Jangan pernah berhenti, berlindung dari 3 perkara yang begitu sulit dilakukan pada masa ini. Tumbuh dan terus mendekat. Semoga selalu damai dalam semilir dzikir, kau jiwa-jiwa yang didera.
Aku ingin berteduh dari khalwat, ghadul bhasar, terlebih ikhtilat. Ya Illahi Rabbi, bolehkah aku menetap dibalik pejaman mata kedamaian dalam semilir wangi ketaatan juga dzikir terhadap Engkau? DuniaMu pada masa ini adalah memabukan, hampir saja aku tidak bisa membedakan hakikat. Aku bersembunyi dibalik bohongnya kenyataan. Aku perempuan lemah, yang berada jauh dari rumah, jiwaku sekuntum bunga, dihempas dan didera, aku mungkin saja menginginkan sedikit tangan manusia untuk memudahkanku. Namun, selamatkan aku Ya Rabbi, hanya kepada Engkau aku berharap. Sebagai cinta, aku memahami akhir cerita ini Wahai pemilik semesta, jangan kau buat apa yang hina seolah indah pada pandangan. Sadarkan aku akan hakikat. Sadarkan aku akan sesungguhnya cinta dan bentuk cinta.
Kepada engkau dan aku, sudah saatnya, sudah saatnya, mari perbaiki satu persatu. Kita harus membawa pulang cinta dengan cinta. Sadarlah diri, kemana akan pulang, untuk apa kita menetap, mari bereskan semua ini satu persatu. Jangan pernah berhenti, berlindung dari 3 perkara yang begitu sulit dilakukan pada masa ini. Tumbuh dan terus mendekat. Semoga selalu damai dalam semilir dzikir, kau jiwa-jiwa yang didera.
Komentar