Langsung ke konten utama

Catatan 64 Beri tahu aku jika anda mengerti


Menyapu diri dengan gelombang, hamba duduk pada pesisir. Bukannya kemarin anda begitu dan begini? Mengapa rumah tidak bisa dibangun dalam waktu semalam? Karena ia lelah dan pergi? Membawa cinta hanya sampai mata kaki, cepatlah! dunia sudah tua. Neni sang biduan, berjalan menyusur remang-remang, menyisir tembang-tembang, "mana yang untuk aku pentas?" ia jawab "seperti setiap hari kau bersenandung ria, bergegas!" 

"Katakan padaku apa itu cinta."

"Anda bangun dalam keadaan mabuk, mata, telinga, dan hati tak dapat merasa, kepala terbentur kenyataan, sehancur-hancurnya, sehina-hinanya. Disitulah ada ruang rindu yang seharusnya di isi cinta. Anda menaruh seluruh bejana harap pada bejana yang lain. Pecah, kan? Sesuatu yang mengeluarkan anda dari semua kekacauan itu, itulah cinta. Berharap anda mengetahui hakikat setelah peperangan ini."

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤