Langsung ke konten utama

Catatan 68 I won't stop


I won't stop. I've decided my side! Aku tahu aku berada di pihak mana, walau suaraku pelan, bahkan mungkin tidak terdengar oleh orang banyak. Aku sudah memutuskan aku ada di pihak mana. Teringat burung yang dicela karena berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Ini bukan tentang sebesar apa tindakan namun sedalam dan sejauh mana niat. Setidaknya, ketika berhadapan dengan Allah kelak, aku tahu aku bersama siapa. Sungguh aku tidak percaya bahwa di tahun 2023, dimana teknologi begitu canggih, manusiapun sudah sangat ber-ilmu dan berdaya, we're witnessing Genocide. Tak mampu mencegah pembantaian yang terjadi di Palestina. Sampai tulisan ini dibuat sudah kurang lebih 11 ribu rakyat sipil menjadi korban. Genosida benar-benar di depan mata. 

Terlepas dari kengerian pengeboman, mayat bergelimpangan, anak-anak, perempuan, semua akses kebutuhan sandang dan pangan di blokir total. Kejinya penjajah! Namun ada yang memebangkitkan ghirah dalam diri ini untuk melihat kembali apa yang terjadi. Pada setiap postingan yang tersebar di berbagai platform, jarang sekali bahakan hampir tidak kutemui mereka mengumpat para penjajah dengan kata-kata yang tidak pantas. Aku bersaksi bahwa dalam kegentingan dan kedukaan yang teramat dalam mereka menyebut nama Allah, mereka memuji Allah, mereka bertawakal kepada Allah. Seorang ayah yang tersenyum di depan jenazah anaknya dan mengucapkan "selamat, kamu telah syahid, sampaikan salam kami kepada rasulullah". Ya Rabb, mereka benar-benar memperlihatkan wajah Islam yang sesungguhnya, wajah Islam yang penuh keindahan. Mendengar tatanan bahasa yang diucapkan anak-anak di Palestina, tertata rapih seperti mendengar syair. Yang terdengar dari mulut mereka adalah "alhamdulillah", mereka memuji Allah bahkan saat mereka sudah kehilangan semuanya. Allahuakbar, keimanan yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. 

Gelombang protes dan gerakan boycot produk yang menyokong Zionis menggema dimana-mana. Di dalam negeri sendiri, seperti terpecah menjadi berkubu-kubu, hanya karena perbedaan pandangan mengenai donasi, simbol, ham4s, dan hal lainnya yang seharusnya tidak untuk didebatkan pada masa ini. Kemanusiaan sedang diuji, kesabaran sedang diuji, ini ujian untuk seluruh kaum muslimin. Perlahan, kaum muslimin akan digiring pada liberation of mind karena sadar atau tidak pikiran kita semua masih terjajah!!!! Ya Rabb, persatukan ummat dalam satu kesatuan. 

Sadar diri jauh dari otoritas, boro-boro untuk itu, pekerjaan saja tidak punya (ya I'm jobless) untuk saat ini. Maka aku memutar otak apa yang bisa aku lakukan dalam "otoritas"ku, so I start to read everything about Baitul Maqdis, mulai belajar tentang sejarah Palestina dan kapan Zionis mulai meracau bahwa itu merupakan tanah tejanji. Semakin jauh didalami, ternyata itu tidak bisa dijsuhkan dari sejarah umat muslim itu sendiri. Tetap, semua bersumber kembali pada Al-Qur'an. Allahuakbar allahuakbar kemana saja aku selama ini. Sometime may I share the brief history of Baitul Maqdis in this blog, semoga dimudahkan. Pray for me semoga segera aku mendapatkan pekerjaan yang tidak mengurangi esensi syariat sedikitpun. Semoga dimudahkan. 

Tentukan posisi dari sekarang hey siapapun yang membaca ini. Netral pun tidak membawamu pada posisi yang aman, kenapa? Because we will face the day of Resurection where we meet Allah dan mempertanggungjawabkan semuanya. Netral berarti tidak memihak pun tidak menentang, namun dalam kasus ini lihatlah pihak yang paling dirugikan adalah warga sipil Palestina. Rasanya sangat tidak adil jika ini disebut perang, ini bukan perang, ini genosida. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤