Langsung ke konten utama

Catatan 77 Apakah aku menang?

 

29 Ramadan 1445

Detik-detik menuju berakhirnya bulan yang mulia, the beloved ramadan. Kerikil di hati mengganjal lepasnya resah dan gelisah, menuju hari yang mereka sebut sebagai hari kemenangan. Di hari-hari yang penuh keberkahan ini, kegirangan diri ini melihat manusia berlomba-lomba melakukan fitrahnya. Seyogyanya itu adalah normal sebagai laku dari seorang hamba. 

Ada pula yang menyayat hati, ketika insan merdeka tidak menyadari hati dan jiwanya tetap terbelenggu. Sakit sekali melihat nilai-nilai dan kesempatan emas yang disia-siakan seolah ia tidak butuh Allah. Semoga Allah mengampuni diri yang begitu lemah, tak mampu menahan segala angkara dengan lisan dan perbuatan. Larut dalam sikap duniawi, meminggirkan amal-amal yang seharusnya diburu. Lemah, sungguh lemah. Apakah aku menang?

Berada pada keadaan tersebut bagaikan berlayar tanpa tujuan atau berlayar dengan peta palsu. Semoga Allah mengampuni diri, mensucikan diri dari segala dosa. Cahaya illahi tetaplah menjadi pengharapan terdalam, daku yang hanya setitik debu di muka bumi yang terhampar tetaplah mengharap limpahan rahmat. Sungguh Allah tidak memiliki batas dalam pemberian dan kasih sayang. 

Selepas ini, semoga kita sekalian tetap pada fitrah, menyadari jalur dan tujuannya. Bila jiwa tengah ada dalam malam gelap yang tak tahu kapan akan terbit matahari, semoga ramadan menuntunnya menemukan cahaya untuk kembali. Terbitlah matahari itu, pada jiwa yang bersedia diterangi. 

Aku, penulis amatir ini, hanya bisa berdoa dan menyematkan pesan lewat tulisan. Tulisan ini tidak dapat menggugah namun Allah yang menyinari hati, mengirimkan hidayah kepada hati. Jangan pernah putus asa dari rahmat Allah, seburuk apapun engkau. Allah Maha menerima taubat artinya Allah mengampuni siapapun yang kembali menujuNya, memohon ampunanNya. Siapapun. Beranikan dirimu untuk kembali membaca hakikat. Jadilah yang paling berani menuntun diri menuju Allah. Jadilah yang paling tegas kepada diri bahwa mulai saat ini, kau adalah hamba. Takutlah hanya kepada Allah. 

Semoga ramadan membawa masing-masing kita menuju pertemuan sakral antara hati, jiwa, dan pikiran agar sama-sama menggerakan raga untuk hanya menyembah Allah, be a true servant of Allah. 

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ


Barakallahufiik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍