Bap, sudah tidak bolehkah berkunjung dalam lelap? Sudah lama sekali aku lihat Bap mencari-cari sepatu dengan raut wajah yang mengisyaratkan "aku harus segera pergi". Bap, sejak hari itu, aku tidak sudi melihat sepatu Bap lagi. Bap, masih ingat dan akan selalu ingat bagaimana Bap mengajak berhenti di pinggiran sawah yang terhampar-hampar. Sekarang aku sudah banyak minum air putih Bap, sudah makan wortel juga. Bap aku sudah berani pergi sendiri, sudah berani meminta tolong, sudah berani ini dan itu. Bap, aku sudah punya uang, memang tidak banyak namun akhirnya mengerti perihnya dan jemunya mencari uang. Ahh, bisakah diganti dengan puisi manis sajakah semua itu...
Mengenai semua ketidaktahuan diri akan sesuatu yang tersembunyi, biarlah itu hanya menjadi rahasia Illahi. Bap, aku tak menyangka bahwa apapun yang terjadi pada akhirnya aku sampai dititik dimana aku memanusiakan dirimu. Kau manusia biasa, hidup di dunia ini hanya sekali, dan ini adalah hidup pertamamu. Aku hanya ingin Bap mengetahui bahwa aku tidak memaklumi tapi memaafkan. Aku tidak menyangkal, aku menerima.
Bap, aku terus membuat kesalahan. Rasanya tidak ada sesuatu yang aku kerjakan berakhir dengan benar. Tidak seperti Bap yang begitu terpukau saat melihat mendali perak yang kubawa waktu itu. Bahkan saat Bap tahu aku bisa membaca kalimat dalam bahasa Inggris, Bap sampai bertanya berkali-kali. Bap terima kasih banyak tas spongebob-nya, terima kasih sudah jauh-jauh datang hanya untuk memberikan itu, waktu itu aku lupa mengucapkan ini, semoga Allah sampaikan pada Bap.
Bap, aku takut Bap berada di tempat yang gelap dan menyesakan. Bap, setitik iman di hatimu semoga menerangi jalanmu, membawamu ke tempat yang terang benderang, Allah temani Bap dalam kesendirian.
Sampai jumpa di keabadian, Bap.
With love, adek.
Komentar