Langsung ke konten utama

The Moon that embrace The Sun

 Ada yang menembus ruang dan waktu hanya untuk melihat bejana siapa yang paling ranum.

Di dalam perjalanan menuju hidup yang abadi, ada yang rela mengorbankan sekuntum bunga jiwanya demi taman bunga yang indah dan sedang mekar-mekarnya. 

Sepertinya ia telah menyadari betapa jalangnya sang pembawa wadah kosong yang menawarkan seteguk air. Pernah kukatakan bahwa ucap seringan kapas, namun ini sangat berat dipikul andai kau mengetahui.

Tidak pernah sedikitpun tulisan-tulisan yang ada pada rumah ini ditujukan kepada sesiapa. Begitu juga yang sempat aku tengok kedatangannya di beranda rumah. Sepertinya sudah lenggang langkahnya menuju pelataran lain. Memang tidak ada pantas bagi diri untuk sekedar mengutarakan kisah. 

Bila suatu saat ada ruang-ruang dalam kalimat yang dicipta yang menggetarkan hati, maka itu adalah anugrah dan bukan bikinan penulis. 

Kemudian mengenai aku yang tidak tahu malu, aku tidak bisa menjelaskan bagaimana harus membuang semua itu. Maafkan semua kebodohan. Mohon maafkan segala kecerobohan.

Ah, sepertinya memang tidak akan sampai kau pada pelataran, padahal sudah aku singkirkan semua duri-durinya. Tak mengapa, seharusnya kau tak gelisah mengenai kedatangan karena sejak awal kau memang tidak berkenan.

Jika taman bunga itu diraih dengan mengorbankan bagian jiwa yang sedang ranum-ranumnya, maka sudah tak mengapa, biarlah, semua orang juga kehilangan.

Aku bukan bulan dikekang malam, bukan bukan. Aku tidak memeluk bayang-bayang. 

Ah, sudah lah..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍