Langsung ke konten utama

MISKIIIINNNN!!!

Penulis kali ini geramnya sudah diubun-ubun. Walaupun akan menganggu estetika jendela ini, penulis tetap pada kehendaknya beropini sambil membuat teh di jendela. Simak. 

Pernahkah mendengar suatu pernyataan yang pongah namun pesimistis seperti ini, "Ngapain perhatian sama kondisi politik, toh hidup kita pun gini-gini aja?" ada lagi seperti ini, "Kemiskinan itu tergantung individu-nya, selama berusaha dan giat pasti bisa mengentaskan kemiskinan." Penulis dengan tegas mengatakan bahwa itu adalah pernyataan-pernyataan ter-tolol di rezim ini. Mari simak penjelasan penulis mengenai kemiskinan struktural yang sudah mengakar di negeri yang dicap gemah ripah loh jinawi.

Menurut Selo Soemardjan (1980), kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat tersebut mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia untuk mereka. Dengan kata lain, struktur yang berlaku dimasyarakat lah yang melestarikan kemiskinan. Lengkapnya, bisa membaca penjelasan teori Marxis mengenai eksploitasi dan alienasi. 
Lihatlah saat ini siapa yang menguasai sumber daya alam dan bagaimana kualitas sumber daya manusia kita. Sebagian besar sumber daya alam dikelola oleh pihak asing, hal ini menyebabkan range keuntungan untuk pihak luar lebih besar. Disini peran oligarki bermain. Selain keuntungan yang mengalir ke pihak asing, keuntungan dari sumber daya alam tersebut juga mengalir deras ke pihak oligarki. Para bedebah oligarki ini tentunya dijembatani oleh pemegang kuasa termasuk elite-elite partai. Maka ketika pemilihan presiden maupun tingkat daerah, yang menjadi fokus bukanlah lagi kepentingan rakyat namun bagaiman kepentingan oligarki dan para elite-elite partai bisa mulus melenggang tanpa hambatan. Ekonomi Pancasila yang diharapkan akan memajukan roda ekonomi rakyat menengah ke bawah nampaknya hanya ilusi, penulis hanya melihat bagaimana kapitalisme liberal begitu masif di rezim ini. Mungkin memang sudah terjadi di rezim-rezim sebelumnya, namun pada hari ini kita dipertontonkan kedunguan yang mutlak dari sikap pemerintah yang seolah menganggap rakyat begitu rendah, jijik terhadap rakyat, sampai sebegitunya. Deforestasi yang juga masif (Tempodotco menyediakan data lengkap terkait ini), pembangunan infrastuktur yang dipaksakan, warisan hutang yang semakin membengkak, berakhir pada pajak yang mencekik rakyat. Ini artinya rakyat begitu dimiskinkan, dipaksa untuk terus powerless dan apatis. Dipaksa untuk pesimistis dan menyalahkan diri, padahal semua itu sudah terstruktur. 

Sebagian orang yang berhasil keluar dari jurang kemiskinan justru malah menghasilkan survivor's bias. Tidak kalah pongahnya dengan sang pemimpin rezim. Berujung pada preaching, merasa diri hebat, merasa kagum dan terpukau pada kemampuan diri, dan memaksa+memvonis si miskin berdasarkan parameter keberhasilannya. Kembali pada pernyataan di atas, inilah hasil dari abainya masyarakat mengenai kondisi kemiskinan struktural. Biasanya, mereka-mereka ini, oknum-oknum ini, juga apatis terhadap pemerintah dan isu politik. Entah karena sudah merasa bisa berdiri sendiri, tidak peduli rakyat miskin, atau memang sudah tertutup akal sehat dan buta hatinya. Mereka menutup mata bahwa masalah sistemik seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan solusi individual seperti "aku aja bisa, semua tergantung niat." BIG NO. Privilese dan kemiskinan struktural yang tidak disadari oleh oknum-oknum ini justru membuat para pejabat tersenyum lebar, tidak perlu susah-susah buat kebijakan pro rakyat sipil. 

Kemiskinan struktural itu memiskinkan rakyat dengan struktur yang dalam hal ini berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh institusi. Sehingga, harus diakui bahwa dalam kemiskinan struktural memang ada suatu usaha untuk menciptakan jurang semakin lebar antara yang kaya dengan yang miskin, dimana yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Kemiskinan yang timbul dari adanya korelasi struktur yang timpang, yang timbul dari tiadanya suatu hubungan yang simetris dan sebangun yang menempatkan manusia sebagai obyek. Kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni dan justru karena adanya kebijakan negara dan pemerintah atau orang-orang yang berkuasa, sehingga justru orang yang termarjinalkan semakin termarjinalkan saja.

Kejahatan yang paling membuat menarik nafas panjang adalah selain upaya mempertontonkan perpanjangan kuasa atau dinasti politik dengan mengangkangi konstitusi, tidak kalah parahnya pemerintahan di rezim ini juga membuat rakyat sebagai objek transaksional demi satu tujuan penyerangan terhadap suatu individu atau kelompok di sosial media terutama mereka yang kritis terhadap kebijakan nyeleneh rezim ini. Buzzer-buzzer ini dibayar untuk membela yang salah dan memecah belah. Mereka yang sialnya menjadi bagian dari buzzer- buzzer ini, mungkin saja tidak semua mengerti apa yang tengah mereka lakukan. Penulis meyakini bahwa fenomena buzzer yang semakin marak di sosial media menunjukan efek buruk dari kemiskinan struktutal dan kultural. Daripada memaki buzzer, penulis lebih mempertanyakan apakah seperti ini kualitas sumber daya manusia yang ada di negeri tercinta ini? Begitu jahatnya rezim memanfaatkan ketidaktahuan rakyat dan mengadu domba rakyatnya sendiri, yang notabene mereka memungut pajak dari RAKYAT. Rakyat miskin kota maupun desa DITINGGALKAN! Dibiarkan meratapi nasib sendiri, dibiarkan menyalahkan diri sendiri, sampai ada yang merobek perutnya sendiri! Berat sekali, berat sekali, sungguh sangat berat apa yang akan mereka (kroni-kroni rezim bedebah) tanggung. 

Sedikit penjelasan diatas semoga dapat bermanfaat bagi pembaca yang penulis lihat tidak lebih dari 10 orang itu. Tak mengapa, dari manapun asal ilmunya, semoga cakrawala pengetahuan senantiasa terbuka. Semoga dengan terbukanya cakrawala pengetahuan, semakin dekat kita pada kebenaran, semakin terbuka pula hati kita. Semoga awareness tehadap social environment semakin masif digaungkan, walaupun semakin mengetahui kenyataan, rasanya semakin sakit dan mendidih kepala ini.
 
Sungguh penulis dengan kefakiran ilmu dan wawasannya, telah menyampaikan apa yang menjadi kegeramannya. Mohon maaf atas segala kurang dalam ketajaman berpikir dan berpendapat. Semoga jendela ini tidak pernah mati. Psst, jangan lupakan soal gratifikasi private jet, cemooh di Kaskus, dan ngopi di PIK. Sudah,sudah, teh penulis sudah dingin. 



Source: Jurnal Komunikasi, Poitik, dan Sosiologi Busyairi Ahmad "Dampak Kultur Terhadap Lifestyle Masyarakat Nelayan (Analisis Kemiskinan Kultural pada Masyarakat Nelayan)" 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤