Langsung ke konten utama

Logika Mistika

Logika mistika. Saya temukan istilah ini dalam buku Madilog karya Tan Malaka. Butuh berkali-kali mengulang agar bisa memahami apa yang ingin disampaikan Tan Malaka mengenai logika mistik dalam buku tersebut. Saya kagum bahwa di jaman itu, sudah ada anak bangsa yang memiliki pola pikir seperti Tan Malaka. Terlepas ideologi politik Tan Malka dikala itu yang seperti cenderung kiri, serta segala intimidasi dari rezim kala itu, Tan Malaka dengan segala ide-idenya tetap membuat saya kagum.

Kemudian saya sampai pada kesadaran bahwa logika mistika yang dikemukakan Tan Malaka puluhan tahun lalu masih sangat eksis hingga kini di tengah masyarakat Indonesia. Masyarakat masih terkungkung oleh ide-ide tidak berdasar yang membatasi karunia  kehidupan pemberian Illahi. Ide-ide mereka mengenai segala hal mistik membawa masyarakat pada pola pikir baru: pola pikir yang berorientasi pada mistik, semu, tidak nyata. Saya mengambil contoh dari background keluarga saya sendiri. Budaya yang kaya dalam setiap suku bangsa tidak menjamin berbudinya perilaku seseorang, justru budaya seolah menjadi pembenaran akan logika mistika yang sesungguhnya menyesatkan pelakunya. Contohnya, mengundur pernikahan karena tidak bertemu tanggal bagus, lebih mempercayai dukun, santet, mitos merebak dimana-mana dan diagung-agungkan, dan masih banyak lagi. Semua ide-ide itu sudah menjadi problem struktural, sulit dihilangkan, kecuali dengan edukasi dan pemahaman mendalam. Masalahnya, masyarakat begitu fanatis terhadap hal-hal yang berbau edukatif. Dengan mengatasnamakan budaya, logika mistika diglorifikasi sampai menjadi bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan masyarakat sosial. 

Saya berpikir ulang. Sebelum muncul teori-teori dialektika dan logika, ada seorang dari gurun pasir tidak mengenyam bangku pendidikan formal, berasal dari suku yang sangat mengutamakan logika mistika bahkan animisme dan dinamisme, namun sudah sangat progresif di kala itu, lebih dari pada Tan Malaka di jamnnya. Ia melawan idealisme turun temurun yang melekat pada budaya dan kebiasaan masyarakat saat itu, penampilan dan sifatnya serba di tengah, satu-satunya pandangan ekstrim beliau hanya mengenai keesaan Tuhan, ialah Rasulullah SAW. Lebih ke akarnya lagi, Islam dengan ajaran tauhidnya sesungguhnya adalah debunk yang sempurna untuk melawan logika mistika yang menghancurkan kehidupan masyarakat. Saya berdecak kagum. 

Saya bergumam, jika ajaran Islam bukan berasal dari 'sesuatu' yang menguasasi jaman, maka tidak mungkin ajaran begitu progresif dan relate di setiap generasi. Jika kitab suci Al Qur'an diturunkan bukan oleh 'dzat' yang menguasai detail permasalahan pada struktur sosial masyarakat, maka tidak akan ada bangsa baru yang berbudi pekerti luhur yang muncul dari tengah gersangnya gurun pasir. Maka saya menyimpulkan bahwa dzat yang disebut Tan Malaka Maha Dewa Rah bukanlah dewa yang menciptakan keberadaan melainkan Allah SWT yang sudah ada sebelum keberadaan itu sendiri. Memang kalimat saya itu perlu penjabarannya sendiri, namun saya hanya ingin menekankan bahwa ajaran Islam sejatinya lebih progresif daripada materialisme, feminisme, dan isme-isme lainnya. Kekurangan saya pada ilmu dan kemampuan menjabarkan suatu teori yang menjadi halangan saya untuk menjembatani pembaca kepada pemahaman ini. 

Indonesia dengan mayoritas umat beragama islam seharusnya bisa sangat progresif terhadap jaman, kemajuan demi kemajuan bisa diraih dengan meningkatnya pemahaman logika akan sesuatu yang pasti. Apalah daya, selain terkungkung oleh logika semu nan menyesatkan, masyarakat terkungkung sistem pemerintahan yang tidak mengijinkan masyarakatnya pintar, paham, dan berkembang. Ditambah para pemegang kuasa yang takabur, korup, budak parpol dam ologarc, membunuh hajat hidup orang banyak. Kasihan betul bangsa ini.  

  
Dari semua itu, saya setuju dengan ide mengenai langkah awal mencerdaskan bangsa bisa dimulai dari menghilangkan logika mistika dalam kehidupan sehari-hari. Percaya pada apa yang tidak berdasar hanya menuntun diri pada kesesatan.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lotšŸ¤