Bap… sore nanti, mungkin rumah itu akan selesai, berdiri dengan kokoh dan hangat. Disertai temaram lampu kasih yang membuat jiwa merasa cukup dan utuh. Mungkin sore nanti Bap, jika tidak… besok sore, besok lagi, lagi, lagi dan lagi.
Merajut benang cinta pada serpihan-serpihan kain hati adalah laksana berjalan pada lorong gelap. Hanya keyakinan bahwa ujung yang berpendar itu adalah titik temu kelapangan, kebahagiaan, kebijaksanaan, kemesraan. Hanya harapan bahwa lengan ini mampu merajut asa dan sukacita.
Kita hanya akan hidup sederhana, Bap. Tidak menuntut, tidak memaksa, tidak mengubah ia menjadi pesuruh. Begitu saja sudah sulit, apalagi yang hidup berbalut tuntutan. Ia yang sudah mengenal dan menyentuh hatinya akan mengerti bagaimana memperlakukan hidup dan kehidupan, termasuk orang-orang didalamnya.
Mungkin rumahnya tidak jadi terlihat, namun aku masih disini. Masih dengan cinta dan kerinduan, untuk Bap— untuk Bap saja. Mungkin nanti sayap-sayap indah itu akan datang dan belahan jiwa melengkapi, namun tetap tidak ada yang setara dalam hal jatuh cinta dan mati berkali-kali.
Komentar