Langsung ke konten utama

Bap… sore nanti, mungkin rumah itu akan selesai, berdiri dengan kokoh dan hangat. Disertai temaram lampu kasih yang membuat jiwa merasa cukup dan utuh. Mungkin sore nanti Bap, jika tidak… besok sore, besok lagi, lagi, lagi dan lagi. 

Merajut benang cinta pada serpihan-serpihan kain hati adalah laksana berjalan pada lorong gelap. Hanya keyakinan bahwa ujung yang berpendar itu adalah titik temu kelapangan, kebahagiaan, kebijaksanaan, kemesraan. Hanya harapan bahwa lengan ini mampu merajut asa dan sukacita.   

Kita hanya akan hidup sederhana, Bap. Tidak menuntut, tidak memaksa, tidak mengubah ia menjadi pesuruh. Begitu saja sudah sulit, apalagi yang hidup berbalut tuntutan. Ia yang sudah mengenal dan menyentuh hatinya akan mengerti bagaimana memperlakukan hidup dan kehidupan, termasuk orang-orang didalamnya. 

Mungkin rumahnya tidak jadi terlihat, namun aku masih disini. Masih dengan cinta dan kerinduan, untuk Bap— untuk Bap saja. Mungkin nanti sayap-sayap indah itu akan datang dan belahan jiwa melengkapi, namun tetap tidak ada yang setara dalam hal jatuh cinta dan mati berkali-kali. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍