Langsung ke konten utama

Menuntun kewarasan

 


Menggelitik sisa otak kosongku, gagasan mengenai penyerangan individu mengatasnamakan kebijaksanaan. Harus aku pertanyakan lagi, apakah semua peperangan itu dilakukan atas nama cinta dan kasih atau sebuah perilaku mempertahankan kesukaan terhadap ide kepemilikan atau otoritas terhadap entitas yang disebut laki-laki? Apakah itu merupakan perilaku mempertahankan daya supaya tetap pada kelas yang tinggi, tidak disalahkan, bisa menyalahkan, merupa merana dan kuat tahan banting? Otak jongkok seperti punyaku, tidak bisa memahami perilaku tinggi berdiri macam itu. Kalaulah bisa ingin kutarik kakimu sebelum terbang pada asap sekam, pijaklah tanah! Pijaklah tanah! Sebelum merajut cinta, bertali kasih, menjahit rindu, pijaklah tanah! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍