Langsung ke konten utama

Catatan 30

   Pada hari yang sangat bercahaya, kupikir menepi adalah jalan yang akan mengubah cahaya menjadi mega sendu. Aku lepaskan diriku dari satu ikatan yang sesungguhnya tidak sama sekali mengikat, tapi rasanya mencekik, dan aku menepi. Setelah itu aku pergi. Aku biarkan sesuatu mati dalam hati. Buruk didengarnya tapi sangat amat tenang dirasa. Ternyata suatu waktu, setelah malam-malam air mata, akhirnya aku bertemu dengan kebeneran di kepala. Tidak apa-apa sendiri, semua itu akan berlalu. Sendiri tidak kesepian. Kesepian tidak menghilang walaupun keramaian terus menerus berkeliling. Berjalanlah, pada masing-masing parade dimana kita berjalan. Aku akan mencintai diriku lebih dari apapun. Setelah ini, tidak akan disambut dengan mesra kegelisahan yang selama ini menjadi hadiah. Memanglah, rela itu sifatnya sukar ditingkat paling tinggi. Lepaskan saja, cari, coba. Setelah itu aku bahkan mampu menari, sendiri. Sendiri dalam tenang. Sepi, kosong, gelisah, suatu hari semua itu akan berhenti. Cahaya tetap bercahaya, tidak ada sendu, tidak sedu. Rasa syukur dan refleksi indah dari sisi lain rasa sakit membuat siapapun tetap terang, walaupun sendiri. Jadi, tidak apa-apa. Tidak apa-apa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

22 Mar 2025

Sastra adalah jalan menuju kedalaman pikir yang sangat humanis. Sastra adalah jalan menuju imaji yang berkelana, menyusuri ruang-ruang pikir yang liar, mengikis ceruk-ceruk kepala yang keras akan ego dan pikiran yang tertinggal. Sastra adalah rupa kehidupan yang tidak terbayang di sebegaian benak, membuka mata dan hati untuk maklum dan empati. Jika ada pihak yang membenci karya tulis terlepas yang ada didalamnya, maka sisi humanitasnya dipertanyakan. Siapa yang takut pada buku yang tidak bernyawa? Mengapa? Karena sejatinya sebuah karya dibuat oleh hati yang terbuka dan kepala yang berpikir. Maka bukan ia takut pada buku, melainkan takut pada buah pikir. Buah pikir yang mampu melahirkan kesadaran, kecerdasan, pemahaman, kebijaksanaan. Buah pikir yang mampu melahirkan perlawanan terhadap angkara murka yang sengaja memelihara kebodohan dan IMPUNITAS . Pahitnya, borok-borok itu justru terdapat pada pemimpin negara republik yang dibangun oleh keringat, darah, dan air mata---bahkan nyawa. Di...
Bap, I lost again. Aku tidak bisa menemukan yang seperti kamu di dunia yang berhampar-hampar ini. Yang ada mereka lebih dari kamu, Bap— dan aku tidak bisa. Aku tidak bisa menyamakan pucuk pada pohon yang kami tanam. Aku takut, jika terus saja begini, rantingnya akan patah dan aku jatuh, lagi dan lagi. Ahh Bap… how’s heaven? Boleh aku ikut saja kesana di pangkuan Bap? Kami tidak membawa bunga Bap kemarin, kami membawa hati yang penuh seperti yang sudah-sudah. Aku merasa Bap sudah menunggu ya dari sana? Selamanya Bap akan hidup dalam hati kami, dalam do’a kami, dalam tulisan ini.  Salam cinta untuk Bap, we miss you a lot🤍